RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)


PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) BERDASARKAN TEORI KOGNITIF JEAN PIAGET




           

         Dalam Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), saya menggunakan teori kognitif dari Jean Piaget sebagai acuannya. Untuk bisa menyusun RPP maka harus diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan teori kognitif yang dikemukakan oleh Piaget beserta tahapan-tahapan yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga dapat diperoleh rencana pembelajaran seperti apa yang cocok untuk murid sesuai usianya masing-masing.

1. PENGERTIAN KOGNITIF
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Teori kognitif  lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif  berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespon terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.
Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi).
Kecenderungan organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk mengintegasi proses-proses sendiri menjadi sistem - sistem yang koheren. Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk memyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial.
Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.

2. TAHAP – TAHAP PERKEMBANGAN
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan semakin canggih seiring pertambahan usia, tahapan-tahapan itu antara lain :
a. Periode Sensorimotor (usia 0–2 tahun)
                   Ada beberapa tahapan yang terjadi pada periode sensomotor ini, antaralain :
1.  Sub-Tahapan Skema Refleks, muncul saat lahir sampai usia enam  minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-Tahapan Fase Reaksi Sirkular Primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3.  Sub-Tahapan Fase Reaksi Sirkular Sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-Tahapan Koordinasi Reaksi Sirkular Sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-Tahapan Fase Reaksi Sirkular Tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6.  Sub-Tahapan Awal Representasi Simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.

b. Periode Praoperasional (usia 2–7 tahun)
Pemikiran (Pra) Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.

c. Periode Operasional Konkrit (usia 7–11 tahun)
Proses-proses penting yang terjadi selama tahapan operasional konkrit adalah :
1.  Pengurutan, kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau  ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
2. Klasifikasi, kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
3. Decentering, anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
4. Reversibility, anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
5. Konservasi, memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
6. Penghilangan sifat Egosentrisme, kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

d. Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

Kesimpulan dari penerapan teori Piaget dalam pembelajaran adalah bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa, Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik, bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing, berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya dan di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Secara Pedagogis, pertumbuhan anak  menurut pandangan islam. Dapat dilihat seperti yang telah dikemukakan Nabi saw sesuai sabdanya :
قل انس : قل لنبى صلعم : الغلام ىعق عنه ىوم السابع وىسمى وىحاط عنه الاذى فاذابلغ ست سنىن ادب فاذا بلغ تسع سنىن عزل فرا شه فاذا بلغ ثلاث عشرة سنة ضرب على الصلاة فاذا بلغ ست عشرسنة زوجه ابوه ثم اخذ بىده وقال: اد بتك وعلمتك وانكحتك اعوذبالله من فتنتك فى اادنىا ؤعذابك فى الاخرة.

Artinya:
“berkata anas; bersabda Nabi saw; anak itu pada hari ketujuh dari lahirnya disembilihkan aqiqah dan diberi nama serta dicukur rambutnya, kemudian setelah umur enam tahun dididik beradab,  setelah Sembilan tahun dipisah tempat tidurnya, bila telah umur 13 tahun dipukul Karena meninggalkan sembahyang. Setelah umur 16 tahun dikawinkan oleh orang tuanya (ayahnya), ayhnya berjabat tangan dan mengatakan; saya telah mendidik kamu, mengajar dan mengawinkan kamu. Saya memohon kepada tuhan agar dijauhkan dari fitnahmu di dunia dan siksamu di akhirat.”
Dari hadits diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak lahir sampai berusia 6 tahun, anak harus dididik dalam hal beradab. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan yang dicontoh terutama dari orang-orang yang berada disekitar lingkungannya. Jika adab yang dicontohkan oleh lingkungan sekitarnya baik, maka si anak pun akan mencontoh hal-hal baik sehingga menjadi adab yang baik bagi dirinya. Seperti teori Piaget pada periode sensorimotor tahapan fase reaksi sirkular primer, menyebutkan bahwa pada usia enam minggu sampai 4 bulan anak mulai melakukan kebiasaan-kebiasaan. Pada usia 9 tahun anak sudah harus dipisahkan kamar tidurnya . Hal ini karena si anak sudah memasuki periode operasional konkrit yaitu tahap penghilangan sifat egosentrisme atau kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang berbeda. Pada usia 13 tahun, jika si anak dengan sengaja meninggalkan sembahyang maka boleh dilakukan tindakan misalnya memukul namun tentunya masih dalam tahap yang wajar, tindakan ini dilakukan karena anak sudah masuk dalam periode operasional formal. Dalam periode ini anak mengalami masa-masa labil atau yang sering disebut juga sebagai masa pubertas. Maka pada masa ini harus dilakukan tindakan yang nyata agar si anak tidak terjerumus dalam pergaulan yang salah, misalkan sembahyang secara teratur agar si anak selalu ingat pada penciptanya.

3. APLIKASI DALAM PEMBUATAN RPP BERDASARKAN TEORI PIAGET
Berdasarkan teori Jean Piaget tentang teori pembelajaran anak yang mengacu pada intelektual (kognitif) yang dimiliki si anak beserta tahapan usianya yang telah dipaparkan diatas, maka diaplikasikanlah dalam pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang diterapkan kepada anak usia 13 tahun (periode operasional formal) yang berdasar pada teori tersebut, yaitu sebagai berikut:

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Mata Pelajaran      : ILMU PENGETAHUAN ALAM
Kelas/Smester       : VII/I
Topik                    : Perubahan Benda-Benda disekitar Kita
Sub Topik             : Perubahan Fisika dan Perubahan Kimia

Tujuan Pembelajaran :
1. Kognitif (Pengetahuan)
a. Menyebutkan contoh-contoh perubahan fisika dan kimia dalam kehidupan sehari-hari (C1).
b. Menjelaskan ragkaian proses perubahan fisika dan kimia (C2).
2. Afektif (Sikap)
a. Mengusulkan contoh-contoh baru perubahan fisika dan kimia (A3).
3. Psikomotorik ( Keterampilan )
a. Mempraktekan percobaan sederhana mengenai perubahan fisika dan kimia (P3).


Sumber:







Komentar

Postingan populer dari blog ini

OPTIK: Difraksi Cahaya